Wednesday, January 20, 2010

Free Trade Agreement

Semenjak 01 Januari kemarin Indonesia telah memasuki era perjanjian perdagangan bebas dengan China dan Asean. Walaupun pembahasan ini telah berlangsung cukup lama, tetapi terkesan saat ini pemerintah merasa kedodoran, saling mengcounter pernyataan antar departemen, apalagi hampir sebagian menteri di departemen terkait berwajah baru .

Bagi beberapa pelaku usaha, berlakunya FTA ini menjadi perhatian cukup serius, tetapi ada juga yang menganggap masalah ini tidak begitu penting “Ah kita kan biasa bersaing mas, yang penting kita harus tetap optimis “ sahut beberapa teman yang sering ngobrol dengan saya.

Dalam industri clothing & distro yang notabene mengusung semangat produk lokal, kebijakan pasar bebas saat ini , dapat di lihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Ada yang menyambut positif ada juga yang menyambut dengan cemas.

Saya sempat diskusi banyak dengan beberapa supplier bahan kaos untuk clothing saya ( Raxzel )

“ wah pak, nanti bahan kaos bakalan lebih murah lagi dong “ tanya saya,

“ belum tentu mas, import bahan kaos seperti ini kan, seperti ada jaringannya yang memonopoli, betul sih lebih murah untuk importir langsung, tetapi kalau sudah di tangan kita juga itung2 annya juga sama aja “

Ada juga yang mengeluh seperti ini :

“ lho pak kok sepi pabriknya ? “ Tanya saya

“ sudah dari habis lebaran tahun kemarin pak, produksi saya stop dulu, habis kalau saya hitung2 lebih murah saya beli dari importer dari pada saya produksi sendiri, makanya sementara saya trading saja dulu , malah lebih cepat cashflownya dan nggak pusing lah .. he..hee, jadi pabrik sekarang saya jadikan gudang saja dulu “ cetusnya

Dampak langsung saat ini mungkin belum terasa, tetapi melihat & mencermati kebijakan yang di ambil pemerintah sepertinya jauh dari siap, tidak terkoordinasi apalagi di banding dengan negara-negara Asean yang lain.

Saya pribadi melihat dari sudut pandang perbankan, betapa bank bank kita ( walaupun bank BUMN ) mereka begitu “rakus” mematok suku bunga kredit sangat tinggi , yang masih berkisar di angka 14% jauh di banding dengan bunga kredit di negara lain yang hanya 4%. Bank bank di Indonesia menikmati Net Interest Margin (NIM ) yang cukup besar , bayangkan berapa margin dari selisih antara bunga deposito dan bunga kredit yang di jual …. Fantastis !!

Yang jelas & pasti, pengusaha2 kita membayar bunga jauh lebih mahal di banding Negara lain, yang berakibat produk kita juga tidak kompetitif di pasaran, belum lagi masalah pungli “ resmi “ yang berlabel peraturan daerah .

BI sebagai otoritas moneter sepertinya nggak punya gigi untuk “menekan” bank untuk segera menurunkan suku bunga kredit . Ditambah lagi hampir semua bank-bank swasta telah menjadi milik asing yang lebih suka menyalurkan kredit konsumtif seperti kartu kredit, KTA dll. Tidak salah memang kalau bank asing selalu mengincar bank-bank di Indonesia yang akan di jual termasuk BPR. Baru sekarang di ributkan soal tidak berjalannya asas “reciprocal” di mana bank asing sangat leluasa untuk berekpansi di Indonesia, sementara bank dari Indonesia sangat sulit untuk membuka cabang di Negara lain .. hmm … ironis sekali 

Memang tidak ada kata lain bagi kita untuk tetap siap menghadapi liberalisasi perdagangan saat ini, UKM2 Indonesia terkenal sangat ulet, tahan banting dan inovatif, biar pemerintah yang mengurusi hal2 itu.

Business must go on

Try Atmojo
owner : www.raxzel.com

No comments: